BIMnews.id | Banda Aceh
Keprihatinan yang terus menerus terjadi dalam penegakkan syariat islam di Seuramoe Mekkah Bumi Iskandar Muda Nanggroe Aceh Darussalam merupakan sebuah fenoma yang seharusnya tidak perlu terjadi secara berulang ulang dan menjadikan kekhawatiran didalam masyarakat Aceh yang notabene adalah pemeluk agama Islam yang mayoritas bermahzab Imam Syafi’i berpaham Ahlussunnah wal Jama’ah.
Pertanyaan sekarang mengapa pelanggaran ini terus menerus terjadi ?
Ketika kita menyalahkan pada prilaku masyarakat (umat) itu sendiri, disini sebenarnya fungsi hadirnya yang namanya lembaga pemberi pencerahan “Ulama dan Umara-Pemerintah”.
Pertanyaannya apakah peran ini sudah maksimal atau belum
Paham, atau pura-pura tidak tau bagaimana penerapan serta regulasi nya syariat itu sendiri, atau ada hal-hal lain yang masyarakat tidak pahami diluar sana. Wa’allahuaklam bissawab.
Nah, saya disini tidak masuk pada ranah berhujjah atau saling menyalahkan, tetapi kemampuan pemahaman sebuah produk undang-undang, Qanun serta pada regulasinya itu lebih berada pada lembaga itu sendiri, juga tidak menafikkan kemampuan masyarakat dan intelektual diluar sana kadang-kadang melebihi kapasitas memahami, berfikir dari pemerintahan itu sendiri.
Pemerintah dengan lembaga-lembaganya harus mampu menata pranata masyarakat itu dengan konsep produk hukumnya serta perundang-undangan itu sendiri, kemudian melakukan sosialisasi pada seluruh ruang yang tersedia dimulai dengan ruang lingkup keluarga terkecil kita masing masing, menata pranata sosial, kehidupan berbudaya, bermahzab dan bersyariat.
Untuk ini saya mengatas namakan pribadi tidak sependapat kalau kita saling menghujat atau apalah namanya yang lain, tetapi mengajak untuk bertabayyun atas persoalan yang terjadi dalam beberapa hari ini. HUT Bhayangkara adalah sebuah proses agenda rutin tahunan, hari peringatan, Haul dan agenda-agenda lain sebagainya menurut hemat pendapat saya ‘Ungkap Junaidi’ Silahkan dilaksanakan dengan terlebih dahulu memperhatikan akar daerah geografis sebuah daerah seperti saya ungkapan diatas, setelah konsep sebuah event telah di pahami kemudian lakukan pemutakhiran random kegiatan/acara, nah disini menurut hemat pendapat saya perlu pemahaman sebuah kegiatan berlandaskan geografis sebuah daerah kemudian pemutakhiran konsep random kegiatan saling melibatkan stalkholder pemangku kekuasaan dalam hal ini juga Ormas ormas islam, Tomas (Tokoh Masyarakat) dan pemangku lainnya menurut kepatutannya masing-masing.
Intinya panitia menghindari Mis Komunikasi, tatib acara yang tidak sesuai dengan harapan kita semua sama-sama kita eliminir dan dikecilkan terjadinya persoalan baru ketika sebuah acara selesai.
Insya’Allah kedepan semuanya untuk saling memberdayai, mempercayai, menghargai, melibatkan ikut sertakan para pihak dalam bentuk kegiatan yang menghadirkan publik figur dan orang banyak sehingga hal-hal yang menimbulkan pelanggaran syariat pada Perayaannya HUT Bhayangkara Kepolisian Republik Indonesia yang Bertepatan dengan perayaan Tahun baru Islam 1446 H dapat kita hindari.
Di akhir berita ini Junaidi juga mengharapkan agar masyarakat Aceh “(Pemuda/pemudinya)” jangan anda itu menjadi obyek pelanggaran syariat itu sendiri kata ketua Laskar Aswaja Aceh [LAWA] Tgk. Junaidi Yusuf mengatas namakan pernyataan dan tulisan pribadinya pada redaksi berita ini. Juga ketika hal-hal seperti ini terus berlangsung dan terjadi berarti anda “Pemuda/di” juga sebagai pelanggar syariat itu sendiri.
Hendaklah kedepan distorsi pemahaman tentang Syariat itu sendiri pada pemangku kekuasaan di Aceh untuk tidak di vulgarkan. Panpel sebuah Event adalah sebuah wadah perencanaan artinya semua proses pelaksanaan kegiatan Hut Bhayangkara yang bertepatan Tahun Baru Islam1446 Hijriah sudah melalui jenjang proses komunikasi, Administrasi para stalkholder di Pemerintahan Aceh.
Harapan dan do’a hendaknya kedepan kita tidak lagi terjadi dan terulang hal-hal seperti ini ungkapnya. Mengakhiri pernyataan (***)
BIMnews.id – TAZAM